HAK ORANG TUA ATAS HARTA ANAK, HAK MILIK ATAU HAK KEBOLEHAN MEMBELANJAKAN SESUAI KEBUTUHAN?
Ada sebuah dalil, sebuah hadits yang berbunyi:
“جاءَ رجلٌ إلى النَّبيِّ صلَّى اللَّهُ عليْهِ وسلَّمَ فقالَ إنَّ أبي اجتاحَ مالي فقالَ أنتَ ومالُكَ لأبيكَ
“Seorang pria datang pada Nabi shalallahu alaihi wa sallam dan berujar : “Ayahku menghendaki hartaku.”
Maka beliau menjawab: “Anda dan harta anda adalah kepunyaan ayah anda.”
Lafadz hadits ini ada di Sunan Ibnu Majah dan dihukumi shahih oleh Asy Syaikh Al Albani rahimahullah.
Seringkali pertanyaan timbul, apakah hak yang dimaksud ini kepemilikan mutlak atau hak guna saja?
Maka ketika memahami hadits di atas, kita harus menempuh beberapa jalan. Di antaranya :
1) Syarah dari ulama
2) Memahaminya digandengkan dengan ayat atau hadits – hadits yang membahas tentang harta.
Setelah melihat dari 2 metode di atas, kami berkeyakinan bahwa maksud hadits di atas adalah berkaitan dengan al ibahah (kebolehan ) dan bukan at tamlik ( kepemilikan).
Maknanya , orangtua boleh mengambil dan menggunakan harta anaknya jika ada kebutuhan mendesak untuk itu , selama tidak memadharatkan anaknya.
Asy Syaukani rahimahullah dalam Nailul Author 6/17 menukil pendapat yang menerangkan fungsi huruf ل pada frasa لأبيك (milik ayahmu):
قال ابن رسلان : اللام للإباحة لا للتمليك ، فإن مال الولد له وزكاته عليه وهو موروث عنه
“Ibnu Ruslan berkata : 《 Huruf lam itu fungsinya membolehkan, bukan memiliki secara absolut. Hal ini disebabkan bahwa harta seorang anak adalah milik anak itu sendiri, yang wajib menzakatinya adalah anak itu sendiri ( bukan bapaknya) , dan (dalam syariat) bahkan seorang bapak mewarisi jika anak mati.”
Demikianlah, jadi jika kita menghubungkan pula dengan nash – nash lain tentang harta maka akan jelas bahwa harta anak adalah milik anak itu sendiri. Mereka sendiri yang dibebani untuk menzakatinya jika mencapai haul dan nishab. Mereka juga terkena beban syariat dengan harta itu berupa nafkah, infaq, shadaqah, haji dan sebagainya.
Lalu apa yang bisa disimpulkan dari redaksi hadits riwayat Ibnu Majah rahimahullah di atas?
Setidaknya, penjelasan sebagian ulama yang mensyarah hadits ini atau hadits redaksi semisal memberikan faedah yang berputar kepada 2 kesimpulan ini :
1) kebolehan orang tua menggunakan harta anaknya tanpa ijin sekalipun selama ia benar – benar punya kebutuhan yang harus dipenuhi dengan harta itu.
2) Anjuran dan motivasi dari Nabi sholallahu alaihi wa sallam agar para anak lelaki turut serta menafkahi orang tua mereka , lebih -lebih jika orang tua mereka faqir.
و الله أعلم بالصواب
LJ