Ibnu Aqil al Hanbali : Kisah Taubat Inspiratif

8 Muharram 465 H , Ibnu Aqil mengumumkan taubat. Usia beliau waktu itu masih muda, 34 tahun. Masjid yang dikelola oleh Asy Syarif Abu Jakfar, tokoh madzhab Hanbali paling dihormati masa itu, dipilih sebagai lokasi. Khalayak ramai hadir sebagai saksi pertobatannya.

Abu Bakr al Bazzar bercerita, “ Saya turut hadir pada Senin 8 Muharram 465 H , menyaksikan taubatnya Asy Syaikh Al Imam Abul Wafa Ibnu Aqil di masjid Asy Syarif Abu Jakfar -rahimahullah- , di distrik Nahr Mu’alla ( Sungai Mu’alla). Hari itu khalayak ramai ikut menghadiri”

Ibnu Aqil sejak masih muda terpengaruh dan terbawa paham sesat kaum muktazilah. Beliau belajar langsung kepada 2 tokoh terbesar muktazilah di masanya, yakni Abu Ali bin Al Walid dan Abul Qasim bin Tabban. Pada dasarnya beliau sangat cerdas, hingga Adz Dzahabi menilai,” Dalam hal kebid’ahan, tidak ada yang bisa menandingi Ibnu Aqil di zaman tersebut”

Siapakah kelompok muktazilah itu? Muktazilah adalah kelompok sesat dan menyimpang dari ajaran Islam. Akal atau logika menjadi standar untuk menentukan benar salah dan ada tiada. Ada 5 pokok pemikiran yang mereka jadikan sebagai dasar beragama. Mereka menafikan sifat-sifat Allah, mereka meyakini pelaku maksiat akan kekal di dalam neraka dll.

Hidayah adalah milik Allah. Hanya Dia yang menentukan, siapakah yang akan diberi dan siapa yang tidak diberi. Ibnu Aqil yang sudah dan sempat digadang-gadang sebagai penerus aliran muktazilah, Allah berikan hidayah untuk bertaubat.

Ibnu Hajar (Lisanul Mizan 4/243) menulis: “Beliau ini termasuk ulama besar. Memang benar, dulunya Ibnu Aqil penganut faham mu’tazilah. Akan tetapi, beliau telah menyatakan diri bertaubat. Taubatnya pun sungguh-sungguh. Bahkan, beliau menulis kitab untuk membantah kaum mu’tazilah”

Tidak malu untuk mengaku salah. Tidak sungkan untuk menyatakan telah keliru. Padahal pengikutnya tidaklah sedikit. Pengagumnya saat itu lumayan banyak. Terlanjur ditokohkan. Pengaruhnya bisa dirasakan. Namun, apa artinya itu semua jika dibangun di atas kebatilan?

Ibnu Qudamah (Ar Radd ‘ala Ibni Aqil hal.18) menceritakan kronologi taubatnya. Ibnu Aqil dinilai melakukan kesalahan besar dan kesesatan yang fatal. Sampai-sampai beliau dicari dan dikejar-kejar untuk ditangkap.

Suatu hari, dalam pelariannya di atas sebuah kapal, Ibnu Aqil mendengar seorang pemuda berkata,” Sungguh, saya sangat berambisi bisa menemukan Ibnu Aqil untuk saya bunuh dan tumpahkan darahnya sebagai bentuk mendekatkan diri kepada  Allah”.

Mendengar hal itu, Ibnu Aqil terkejut. Segera beliau mencari Asy Syarif Abu Jakfar, tokoh tertinggi dalam madzhab Hanbali saat itu, untuk menyatakan taubat.

Ibnu Qudamah  menerangkan,” Berikut ini saya sebutkan teks taubatnya Ibnu Aqil beserta sanadnya. Supaya dapat diketahui bahwa hal-hal yang menyelisihi Sunnah dalam kitab-kitab beliau, hal itu termasuk yang beliau sendiri sudah menyatakan taubat. Jangan sampai ada yang tertipu. Jangan sampai dipegangi karena akan tersesat. Berpegang dengan kesalahan-kesalahan itu, sama artinya dengan status beliau sebelum taubat dari kezindikan dan darahnya yang halal”

Ibnu Rajab al Hanbali (Dzail Thabaqat Hanabilah 1/322) menukil teks taubatnya, :“Sungguh! Saya berlepas diri kepada Allah dari pemahaman mu’tazilah dan pemahaman sesat lainnya. Berlepas diri dari pertemanan tokoh-tokohnya, mengagungkan para pengikutnya, mendoakan rahmat untuk pendahulu-pendahulu mereka, dan menyanjung perilaku mereka”

Selanjutnya, beliau menyatakan, “ Apapun yang pernah saya tulis dan tulisan itu masih ditemukan tentang pemahaman mereka dan kesesatannya, maka saya menyatakan taubat kepada Allah dari tulisan-tulisan tersebut. Tulisan itu tidak halal, tidak boleh dibaca, dan tidak boleh diyakini”

Di bagian akhir, Ibnu Aqil menegaskan bahwa, “ Asy Syarif Abu Jakfar, para guru, dan murid-muridnya – tokoh-tokoh dan saudara-saudaraku yang semoga Allah menjaganya- , mereka semua lah yang benar karena mengingkari apa yang telah mereka lihat dalam tulisan-tulisanku ; yang saya sudah berlepas diri kepada Allah darinya.Saya juga menyatakan bahwa sayalah yang salah, saya tidak benar”

Cukup sampai di sini, Kawan!

Kita harus memohon kepada Allah agar hati terbuka, berjiwa besar, dan dada yang lapang. Sehingga kebenaran dapat diterima dan diikuti dengan tulus hati.

Ya Allah, tunjukkanlah kebenaran kepada kami sebagai kebenaran yang terang benderang. Bimbinglah kami untuk mengikuti kebenaran tersebut. Ya Allah, perlihatkanlah kebatilan itu sebagai kebatilan yang nyata. Bimbinglah kami agar menjauhi dan membenci kebatilan itu.

Aamiiiiin

Bersambung : Ibnu Aqil al Hanbali : Cinta di Balik Kalung Mutiara Bertali Merah ……

Lendah. Sabtu 26 Juni 2021

Anak Muda dan Salaf

Ibnu Aqil al Hanbali : Tak Luntur Semangat Thalabul Ilmi

Beberapa ahli menyebut “Al Funun” sebagai kitab terbesar sepanjang sejarah. Ada yang mengatakan 200 jilid, 300 jilid, 400 jilid, bahkan ada pula yang mengklaim 800 jilid. Adz Dzahabi (Siyar A’lam 14/330) menyatakan, “ Kitab tersebut lebih dari 400 jilid”. Ibnu Rajab al Hanbali (Dzail Thabaqat 1/344) menilai Al Funun sebagai , “Kitab yang besar sekali”.

Siapakah penulisnya?

Nama lengkapnya, Abul Wafa’ Ali bin Aqil bin Muhammad bin Aqil al Baghdadi al Hanbali. Lebih akrab dan familiar dengan panggilan Ibnu Aqil al Hanbali. Lahir tahun 431 H, 1011 tahun yang lalu. Sejak kecil telah terlihat menonjol dan memiliki kelebihan dibandingkan anak-anak sebayanya.

Abu Thahir as Silafy, seorang muridnya, mengakui, “ Kedua mataku tidak pernah melihat orang sehebat Abul Wafa Ibnu Aqil al Faqih. Tidak ada satu orang pun yang mampu berbicara di hadapan beliau, dikarenakan ilmunya yang luas, keindahan penyampaian, bahasa bersastra tinggi, dan kekokohan argumen”

Ibnu Aqil bercerita (Siyar A’lam 14/330), “ Allah telah menjaga saya sejak usia muda dengan berbagai macam penjagaan (dari maksiat). Minat saya hanya terfokus pada ilmu. Satu kali pun, tidak pernah saya bergaul akrab dengan teman yang senang bermain. Saya tidak mau berteman kecuali dengan kawan-kawan yang sama semangat thalabul ilmi”

Demikianlah, Kawan!

Inilah resep dan kiat untuk berhasil. Manfaatkan masa muda! Masa muda ibarat pondasi, jika kita menganalogikan kehidupan sebagai bangunan. Pondasi yang kokoh dan kuat akan mampu menahan beban seberat apapun itu. Nah, beban kehidupan itu amat berat. Jika masa muda dimanfaatkan sebaik-baiknya, maka berbahagialah engkau. Sebab, beban-beban yang pasti engkau hadapi di masa depan akan terasa ringan.

Isi masa mudamu dengan ilmu dan kegiatan yang positif, Kawan. Contohlah Ibnu Aqil! Beratus-ratus jilid yang ditulis Ibnu Aqil bukan dari masa muda yang berleha-leha dan bermalasan. Bukan dengan masa muda yang dipenuhi main-main dan senang-senang. Masa muda yang prihatin dan tak kenal lelah untuk berbenah adalah bekal utama hidupmu.

Pilihlah teman yang baik! Inipun kunci keberhasilan. Lihat Ibnu Aqil! Beliau tidak mau bergaul dan berteman dengan orang-orang yang lebih senang bermain dan bermalasan. Ingat, teman dapat memberikan pengaruh. Pilihlah teman yang baik, teman yang rajin, teman yang semangat, dan teman yang saleh.

Masa muda yang dimanfaatkan dengan baik membantumu untuk kuat. Masa muda yang dipenuhi dengan ilmu dan kegiatan bermanfaat adalah bekal untuk menjadi tegar.

Ibnul Jauzi bercerita (al Muntazham 17/148), “Aku kehilangan dua anak laki-laki yang baik. Pertama, sudah hafal al Quran dan belajar fiqih. Ia meninggal sebelum mencapai usia baligh. Kedua, meninggal dunia juga setelah hafiz al Quran dan mampu menulis dengan indah”

Ibnul Jauzi memuji, “ Dua anak laki-lakinya meninggal dunia. Terlihat jelas kesabaran Ibnu Aqil yang membuat kita takjub”

Inilah buah dari ilmu! Manfaat ketekunan di usia muda akan banyak membantu untuk kuat dan tegar. Mengerti bahwa segala sesuatu telah diatur sempurna dan indah oleh Allah Ta’ala. Adakah musibah yang lebih menyedihkan dibandingkan kehilangan dua anak laki-laki yang saleh dan berbakti? Adakah beban hidup yang lebih berat dari ini?

Apa yang membuat beliau tegar? Ibnu Aqil menjelaskan,” Kalau bukan dikarenakan hati ini sangat yakin akan pertemuan yang kedua (hari kiamat kelak), niscaya hilang sudah semangat hidup karena berpisah dengan orang-orang yang dicintai”

Rahimahullah. Semoga Allah merahmati Ibnu Aqil. Beliau telah menjadi teladan baik untuk kita.

Semangat Ibnu Aqil dalam belajar tidak pernah luntur. Tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan. Usia bukan alasan untuk berhenti belajar. Bertambah usia, bertambahlah pula semangat belajar. Semakin belajar, semakinlah sadar bahwa ilmu yang dimiliki sangatlah berkadar.

Kata Ibnu Aqil : “ Di usia 80 tahun ini, semangat saya untuk menuntut ilmu lebih besar dibandingkan semangat di saat usia 20 tahun”. Ibnu Aqil wafat di usia 82 tahun. Diperkirakan jenazah beliau dishalatkan oleh 300 ribu orang.

Semoga semangat belajarmu tetap terjaga, Kawan. Bersabarlah dalam thalabul ilmi.

 
Bersambung ( Ibnu Aqil al Hanbali : Kisah Taubat Inspiratif) …..

 
Lendah. Jum’at pagi. 25 Juni 2021

Anak Muda dan Salaf