Refleksi Kaum Menua

فيَا لَيتَ الشّبابَ يَعُودُ يَوْماً .. فأُخبرَهُ بمَا فَعَلَ المَشيبُ

Bait syair ini menjadi kenangan indah bagi pecinta ilmu Nahwu. Setiap pelaku nahwu tentu ingat dan akan terpahat di hatinya.

Walau bait syair di atas diulas secara aspek nahwu,namun makna yang ditiupkannya sangat mengena.

Kurang lebih arti syair di atas seperti ini :

“Andaisaja masa muda bisa kembali satu hari saja”

“Ingin rasanya bercerita betapa berat derita di masa tua”

Menelusuri sejarah dan asal muasal bait ini,kita diajak untuk mengenal seorang pujangga tersohor di masa kekhilafahan Abbasiyyah.

Iya…Abul ‘Atahiyah adalah pujangga yang menyusun sederet bait yang salah satunya adalah bait di atas.

Lengkapnya demikian :

بكيْتُ على الشّبابِ بدمعِ عيني .. فلم يُغنِ البُكاءُ ولا النّحيبُ

فَيا أسَفاً أسِفْتُ على شَبابٍ .. نَعاهُ الشّيبُ والرّأسُ الخَضِيبُ

عريتُ منَ الشّبابِ وكنتُ غضاً .. كمَا يَعرَى منَ الوَرَقِ القَضيبُ

فيَا لَيتَ الشّبابَ يَعُودُ يَوْماً .. فأُخبرَهُ بمَا فَعَلَ المَشيبُ

Kalau boleh diterjemahkan bebas akan seperti ini :

“Aku tangisi masa muda dengan cucuran air mata.

Walau tangisan dan ratapan tak mungkin mengubahnya”

“Duh,betapa sedihnya mengingat masa muda

Usia tua dan rambut yang telah disemir meratapinya”

“Telah hilang masa muda padahal dahulu aku kuat perkasa

Seperti gugur dedaunan dari dahannya”

“Andaisaja masa muda bisa kembali satu hari saja

Ingin rasanya bercerita betapa berat di masa tua”

__

Abul ‘Atahiyah bernama lengkap Ismail bin Qasim bin Suwaid bin Kaisan al Anazi.

Ad Dzahabi dalam Siyar A’lam Nubala menyebut beliau sebagai ; pemuka para pujangga dan sastrawan saleh yang sulit dicari tandingannya.

Ibnu Abdil Barr mengumpulkan dan menghimpun karya-karya dan cerita-cerita tentang beliau.

Melihat kisah hidupnya,bait-bait syair di atas pantas saja kuat menghantam angan-angan kita.Secara tepat mewakili apa yang banyak dirasakan oleh mereka kaum yang semakin menua.

Kenapa?

Rupanya,waktu muda Abul ‘Atahiyah dihabiskan untuk kenakalan.Masa lalunya berisikan cerita-cerita kelam dan gelap.

Ketika telah lanjut usia,Abul ‘Atahiyah memilih jalur ibadah.Beliau lalui hari-hari dengan kezuhudan.

__

Belasan bahkan puluhan tahun dihabiskan sia-sia.Hanya harta,harta dan harta.Mengejar karir dan jabatan.Rela diperbudak demi kedudukan.

Apakah engkau belum merasa lelah?
Apakah tidak cukup engkau menanggung payah?
Apakah engkau tidak jenuh dan penat?

Di kantor.Di pabrik.Politik.Di kapal.Di atas kereta.Di dalam bis.Di area tambang.Disibukkan dengan konflik,konflik dan konflik.Dibingungkan oleh intrik,intrik dan intrik.

Ubanmu telah mendominan.Sudah mulai engkau pelupa.Tulangmu tak sekokoh dahulu.

Apa lagi yang engkau cari?Berapa banyak waktu yang telah engkau berikan untuk keluarga? Untuk istrimu? Untuk anak-anakmu? Untuk orangtua mu?

Dan….

Berapa bagian hidupmu yang engkau persembahkan untuk Rabb-mu? Untuk Allah Ta’ala? Dia-lah yang telah menciptakanmu dan melimpahkan karunia dan rejeki untukmu.

Ah….engkau lupakan Dia yang selalu ada dalam hidupmu? Engkau abaikan Dia,padahal Dia selalu mencurahkan nikmat untukmu?

Refleksi untuk kaum yang semakin menua

__

Dek,cobalah bertanya kepada orang tua-orang tua di sekitar kita! Apa pesan dan wejangan mereka untukmu yang masih muda.

Saya yakin,jawaban mereka sama :

“Andaisaja masa muda bisa kembali satu hari saja

Ingin rasanya bercerita betapa berat di masa tua”

Berat karena tiada ilmu agama.Berat sebab masa muda terbuang sia-sia.Berat dikarenakan mustahil untuk kembali muda.

Baarakallahu fiikum

(Sambil menunggu kaum muda bersama kaum tua mengerjakan ujian Nahwu.
Di Musholla Al Ilmu Pusdiklatmu)

Antara Maghrib-Isya’.18/03/21

Anak Muda dan Salaf